Jaman selalu berubah dan itupun bukan perkecualian bagi Jepang. Era kekuasaan para Shogun berakhir setelah melalui revolusi berdarah yang dikenal sejarah sebagai Restorasi Meiji. Di akhir perang yang memecah Jepang menjadi banyak fraksi itu muncullah sebuah negara Sakura yang masih lemah dan belum stabil. Nah di era inilah terjadi pertemuan antara seorang gadis pemilik dojo berpedang Kamiya-Kasshin: Kamiya Kaoru dengan seorang samurai pengelana yang tak memiliki tujuan tetap dalam hidupnya: Himura Kenshin. Kenshin tampak sebagai seorang samurai yang polos dan lemah tetapi jati dirinya yang sesungguhnya dulu adalah Hitokiri Battousai.
Hittokiri Battousai
Sebagai seorang Hitokiri Battousai tugas Kenshin di masa revolusi dulu adalah menjadi pembunuh lawan-lawan politiknya. Kenshin yang pada dasarnya mencintai kedamaian sebenarnya tidak suka melakukan hal ini tetapi tak punya pilihan lain selain melakukannya guna membangun fondasi sebuah masa depan bagi Jepang yang damai. Setelah perang berakhir Kenshin memensiunkan pedang samurai biasanya dan menggantinya menjadi pedang unik bernama Sakabatou. Karena mata pedang Sakabatou ada di dalam dan bukannya di luar ia hanya berfungsi untuk melumpuhkan musuh sekaligus menunjukkan itikad Kenshin untuk tak lagi membunuh setelah perang berakhir.
Tentu saja resolusi ini takkan mudah dipenuhi oleh Kenshin. Di masa-masa damai seperti inipun masih banyak orang-orang yang ingin menggoncang kestabilan politik di Jepang. Pun banyak pejabat-pejabat korup yang ingin menguasai dana rakyat untuk kepentingan mereka sendiri. Dan tentu saja nama Hitokiri Battousai memiliki banyak musuh di jaman dulu yang ingin menuntut balas kepada sang samurai pada jaman ini. Bisakah Kenshin melewati semua itu dengan Sakabatou dan prinsip yang disandangnya?
Rurouni Kenshin Cover
Kisah dari Kenshin masih tetap saja semenarik dulu – kalau tidak malah lebih menarik karena kini saya tahu lebih banyak mengenai sejarah Jepang. Sungguh mengasyikkan melihat bagaimana Watsuki memelintir sejarah dengan memasukkan elemen Kenshin dan rekan-rekan di dalamnya. Kekuatan penulisan Watsuki tak berhenti sampai pada pelintiran sejarah saja tetapi juga pada bagaimana ia membaurkan sosok ciptaannya dengan sosok-sosok yang benar-benar ada di sejarah Jepang.
Saya juga menyukai karakter-karakter yang diciptakan oleh Nobuhiro Watsuki karena mereka semua memiliki sifat serta kepribadian yang berbeda. Mulai dari rekan Kenshin seperti Sanosuke Sagara dan Myojin Yahiko sampai pada rival dan musuh-musuh Kenshin seperti Aoshi Shinomori, Hajime Saitou, dan Makoto Shishio semuanya memang keren-keren. Itu bukan berarti karangan Watsuki tak punya kelemahan. Saya menyadari bahwa peran para gadis di dalam manga ini cenderung pasif dan kurang berimbang dengan prianya. Dalam manga ini terhitung ada empat karakter wanita penting: Megumi, Kaoru, Misao, dan Tomoe. Keempat dari mereka bukan karakter-karakter wanita yang lemah atau damsel-in-distress memang tetapi keempatnya pun tak pernah bertarung sekeras yang dilakukan kompatriot pria mereka. Kalau membaca ulang Rurouni Kenshin seperti ini saya lantas sadar kenapa One Piece, manga favorit saya yang lain, juga memiliki begitu banyak karakter memorable di dalamnya. Mungkin Eichiro Oda menimba ilmu itu saat menjadi asisten dari Watsuki dalam manga ini.
Satu hal lagi yang saya suka dari Rurouni Kenshin adalah ia tak pernah memaksakan dirinya menjadi sebuah manga yang endless seperti yang terjadi pada kebanyakan manga di jaman ini. Coba kalian lihat tiga manga paling populer: Naruto, Bleach, dan One Piece. Walau memang masih menarik untuk dibaca saya melihat mayoritas pembaca mereka dulu sudah berhenti mengikuti sebab tak sanggup lagi dengan komik yang terlalu panjang. Ketika saya membaca Rurouni Kenshin saya tak merasakan hal yang sama. Dalam manga ini bisa dibilang ada tiga story arc utama; perkenalan Kenshin, kisah di Kyoto (Makoto Shishio), dan kisah balas dendam (Yukishiro Enishi). Ketiga kisah ini semua digarap dengan pacing yang bagus oleh Nobuhiro Watsuki. Ambil contoh pertarungan para karakter. Watsuki biasanya mengalokasikan dua sampai tiga chapter untuk pertarungan-pertarungan biasa dan lebih banyak chapter (lima sampai enam) untuk pertarungan yang lebih penting. Oleh karenanya ia memanfaatkan detail dan panel seefektif mungkin. Dia juga tak terjebak memaksakan diri membahas panjang lebar masa lalu setiap karakter sampai puluhan chapter banyaknya, membuat flow cerita tak terasa terganggu.
Hiten-Mitsurugi!
Artwork dari Watsuki terus mengalami peningkatan dari volume ke volumenya dengan design karakter yang beragam dari tiap organisasi yang dihadapi oleh Kenshin mulai dari Oniwabanshu, Juppongatana, sampai Jinchuu. Sekali lagi salut untuk sang mangaka sebab saya tahu benar betapa tidak mudahnya untuk menggambar begitu banyak karakter orisinil dan tidak terjebak untuk ‘memakai ulang’ design karakter lama yang hanya sedikit direnovasi.
So my verdict is… apabila kalian belum pernah membaca Rurouni Kenshin maka tolong baca manga satu ini. Ini adalah salah satu shounen manga paling berpengaruh di Jepang pada dekade 90an lalu dan ia layak mendapatkan penghargaan itu. Epik adalah satu-satunya kata yang bisa saya pakai untuk mendeskripsikan masterpiece dari Nobuhiro Watsuki yang satu ini.
Genre: Manga
Publisher: Shueisha
Author: Nobuhiro Watsuki
Thumbs Up:
Penuh jalan cerita dan karakter memorable, Artwork dari Watsuki yang keren, Pacing bagus
Thumbs Down:
Karakter wanita kurang diberi kesempatan berperan
0 Comments
EmoticonEmoticon